20 November 2015

kisah seorang lelaki yang tidak pernah membaca sholawat

Dikisahkan, ada seorang lelaki yang tidak pernah membaca sholawat nabi. Suatu ketika dia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Tapi yang mengherankan, Rasulullah justru berpaling muka darinya.
Heran atas apa yang dilihatnya, lelaki itu memberanikan diri bertanya,
“Wahai Rasulullah. Apakah anda marah kepadaku?”
“Tidak.”
“Mengapa anda tidak memandang ke arah saya?”
“Karena aku tidak mengenalmu.”
“Bagaimana bisa? Aku adalah salah satu dari umat anda. Ulama meriwayatkan bahwa anda mengenal umat anda seperti seorang ibu pada anak kandungnya.”
“Para ulama benar. Tetapi kamu tidak pernah menyebutku dalam sholawat. Aku mengenal umatku sesuai jumlah sholawat yang mereka baca untukku.”
Lelaki itu tiba-tiba terbangun. Dia berjanji pada dirinya, mulai hari itu akan membaca sholawat nabi seratus kali dalam sehari. Dan akhirnya dia bisa menjalankan janjinya itu.
Dalam kesempatan lain, lelaki itu bermimpi lagi bertemu Rasulullah. Beliau bersabda,
“Sekarang aku mengenalmu dan kelak akan memberikan syafaat kepadamu.”
Bahagia lelaki itu mendengarkan kata-kata dari orang yang sangat dicintainya itu.
* * *
Persiapkanlah diri agar kita tidak malu saat kelak berjumpa Nabi Muhammad.
Jika besok kita ditanya,
“Apa bukti kalau kamu mencintaiku?”
Apa jawab kita?
Berapa persen kita meniru akhlak nabi?
Bacaan sholawat kita masih kalah banyak dengan kita membaca SMS di hape kita setiap harinya.
Semoga kita dikumpulkan bersama Nabi Muhammad di surga.
*Dikutip dari Mukasyafatul Qulub.

19 November 2015

Tangisan Imam Hanafi bertemu Anak Kecil

Bismillahirrahmaanirrahiim
Kisah hikmah berharga ini bercerita tentang Imam Hanafi dan seorang anak kecil. Imam Hanafi adalah salah seorang ulama klasik yang tulisan-tulisannya menjadi madzhab dalam ajaran Islam, yaitu Madzhab Hanafi.
Dalam kisah ini diceritakan dialog antara Imam Hanafi dengan anak kecil itu. Siapa sangka, peringatan yang keluar dari lidah anak kecil itu membuat Imam Hanafi tersungkur menangis.
———————————–
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan sepatu kayu.

”Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir,” sang imam menasehati.

Bocah miskin ini pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri mazhab Hanafi ini dengan ucapan terima kasih.

”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah.

”Nu’man.”

”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?”

”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku.”

“Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”

Ulama kaliber yang diikuti banyak umat Islam itu pun tersungkur menangis. Imam Hanafi bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah
————————————-
kisah hikmah ini mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dan tawadhu’, di hadapan manusia dan Allah SWT.
Tanda orang yang tawadhu’ yaitu semakin tinggi ilmunya, maka semakin bertambah pula sikap rendah hati dan kasih sayangnya. Semakin bertambah pula amal, rasa takut, dan waspadanya.  Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.. Ini karena orang yang tawadhu menyadari akan  segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia bersykur atau kufur.
 Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: “Bertawadhu’lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim).
Semoga kita selalu diberi perlindungan dan dijauhkan dari kesombongan diri. Selalu bersyukur dan menyadari segalanya dari Allah dan milik Allah.
Wallahu a’lam bishawab

24 October 2015

3 Amalan istimewa, menuju ridho Allah ( mbah Anwar )


الْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى إِنْعَامِهِ وَالصَّلَاةُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ مُحَمَّدٍ نالنَّبِيِّ الْمُصْطَفَى وَالرَّسُوْلِ الْمُجْتَبَى وَعَلَى آلِهِ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ

Pembaca yang dirahmati Allah…

Menjalani hidup di zaman yang kian sarat dengan cobaan seperti sekarang ini, mengharuskan setiap insan memiliki bekal moral yang memadai. Agar tidak terombang-ambing ke sana kemari, tidak mudah hanyut oleh arus perubahan yang kian deras menerpa. Sebab, cobaan dan godaan yang silih berganti mungkin saja melemahkan pertahanan iman, bahkan merobohkan benteng ketakwaan dalam hati seseorang.

Pembaca yang dirahmati Allah…

Dalam ajaran Islam, ada tiga amalan yang bisa menuntun seseorang menjalani hidup. Memapahnya selangkah demi selangkah untuk menggapai asa dan cita, menjemput ridla Ilahi Rabbi. Ketiga amalan tersebut adalah: Pertama, Istikharah, mempertimbangkan dengan matang setiap tindakan yang dilakukan.

Istikharah artinya selalu berusaha mencari yang terbaik dari setiap tindakan yang akan dilakukan. Selalu mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari suatu perbuatan, bagi kehidupan pribadi maupun bagi masyarakat. Dampak bagi kehidupan di dunia, maupun di akhirat kelak.

Dengan beristikharah, seseorang tidak akan pernah gegabah dalam menentukan langkah. Ia tidak akan pernah melakukan suatu perbuatan sebelum ia berpikir akibat baik buruknya perbuatan tersebut. Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا أَرَدْتَ أَمْرًا فَتَدَبَّرْ عَاقِبَتَهُ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَأَمْضِهِ وَإِنْ كَانَ شَرًّا فَانْتَهِ

“Ketika engkau ingin melakukan sesuatu, maka pikirkanlah akibatnya. Jika akibatnya baik, maka lakukanlah. Dan jika akibatnya buruk, maka tinggalkanlah.”

Untuk itu, seseorang dianjurkan untuk berkonsultasi dan bermusyawarah dengan orang lain dalam setiap rencana. Dengan bermusyawarah, hasil yang dicapai akan lebih maksimal karena dipertimbangkan dengan sudut pandang yang lebih banyak dan lebih menyeluruh. Sabda Rasul SAW. menyebutkan:

مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلَا نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ

“Tidak akan pernah merugi orang yang mau bermusyawarah, dan tak akan pernah menyesal orang yang mau beristikharah.”

Terlebih lagi, jika musyawarah itu dilakukan dengan orang alim yang memiliki kedekatan kepada Allah SWT. Sebab, cahaya ilahiyah selalu menerangi jiwa mereka, sehingga mereka dapat memandang segala sesuatu secara lebih mendalam, serta dipertimbangkan sesuai dengan hukum dan hikmah yang ditetapkan Allah. Firman Allah dalam AlQuran menyebutkan:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

Selanjutnya, jika telah diputuskan untuk melakukan sesuatu, maka haruslah berpasrah kepada Allah. Berharap agar pilihan ini adalah yang terbaik serta mendapat tuntunan dalam menjalankannya.

Amalan kedua adalah Istiqamah, konsisten dalam menjalankan pilihan hidup. Kunci kedua agar dapat menjalani hidup dengan tenang dan tidak terombang-ambing adalah istiqamah. Istiqamah adalah sikap konsisten dan terus-menerus dalam menjalani usaha demi tercapainya suatu tujuan. Dengan memiliki sikap istiqamah, seseorang tidak akan kehilangan arah tujuan, tidak mudah terpengaruh, dan tidak mudah patah semangat.

Dengan istiqamah, cita-cita akan mudah tercapai, sebab orang yang memiliki sikap istiqamah tidak akan berhenti berusaha atau berputus asa. Sedikit demi sedikit asalkan terus dilakukan, setapak demi setapak asalkan tetap melangkah dan berjalan. Syair Arab menyebutkan:

حَيْثُمَا تَسْتَقِمْ يُقَدِّرْ لَكَ # اللهُ نَجَاحًا فِيْ غَابِرِ الْأَزْمَانِ

“Sekira engkau beristiqamah, maka Allah akan mentakdirkan bagimu keberhasilan dimasa mendatang.”

Dalam Alquran, Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang memiliki sikap istiqamah, mereka tidak akan pernah merasa gundah, takut atau susah. Ini semua karena mereka berprinsip dalam menjalani hidup, dan berpasrah menerima segala keputusan Allah atas dirinya. Allah

23 October 2015

Guru dan santri





Dulu, guru dikenal karena santrinya. (Masyarakat penasaran dan akan bertanya-tanya: "Santri itu kok sholih, pintar dan alim. Siapa gurunya?")

Sekarang, santri dikenal karena gurunya. (Murid hanya bisa membanggakan & mengandalkan gurunya, tapi tidak mampu membuat gurunya bangga & mengandalkan sang murid).

Tapi ala kulli haal, menjadi seorang santri adalah sebuah anugerah. Karena bisa menjadi rombongan dalam rangkaian gerbong sang masinis (guru). Sehingga, meski sang murid "buta", asal sang guru piawai insyaAlloh akan sampai pada tujuan.

Resap kaya dan panen pahala

Ingin Kaya Raya Sambil  Panen Pahala? Ini Resepnya!
Oleh: Habib Ali Akbar bin Aqil
1.    Memperbanyak Istighfar.
Allah SWT berfirman: “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh: 10-12).
Imam Al-Qurtubhi berkata, “Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana diturunkannya rezeki dan hujan.
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ لَزِمَ الاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun pada Allah), niscaya Allah menggantikan setiap kesempitan menjadi jalan kelar, setiap kesedihan menjadi kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (Hr. Abu Dawud).
2.    Bertakwa kepada Allah.
Allah berfirman: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3).
Imam Ibnu katsir berkata, “Maknanya, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan-nya dan meninggalkan apa yang dilarang-nya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar, serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernh terlintas dalam benaknya.”
3.    Bertawakkal kepada Allah.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Sungguh, seandainya kalian betawakkal kepada Allah (dengan) sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad dan Tirmizdi)

4.    Rajin Beribadah kepada Allah. Nabi SAW telah bersabda,
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : ابْنَ آدَمَ ، تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى ، وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِلا تَفْعَلْ مَلأْتُ صَدْرَكَ شُغْلا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia).” (HR. Tirmizdi, Ahmad, dan Ibnu Majah).
5.    Haji dan Umrah.
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ، وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ دُونَ الْجَنَّةِ
“Lanjutkanlah haji dan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan karat besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. Ahmad, Tirmizi, dan An-Nasa`i).
6.    Banyak Silaturahmi. Nabi SAW bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahmi.” (HR. Bukhari).
7.    Banyak Sedekah.
Allah berfirman, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)’, dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Qs. Saba`: 39). Nabi saw bersabda dalam hadits Qudsi,
قَالَ اللَّهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rezeki) kepadamu.” (HR. Abu Dawud).
8.    Menafkahi penuntut ilmu. 
Disebutkan, “Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah SAW. Salah seorang daripadanya mendatangi nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu pada nabi, maka beliau bersabda, “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.” (HR. Tirmidzi, Hakim).
9.    Membantu Orang-orang yang Lemah.
Rasulullah SAW bersabda,
ابْغُونِى الضُّعَفَاءَ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ
“Bantulah orang-orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Muslim dan An-Nasa`i).
10.    Hijrah di Jalan Allah. 
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (Qs. An-Nisa`: 100).

Enam wasiat Mbah Maimoen tentang kehidupan

Berikut ini adalah enam wasiat KH. Maimoen Zubair tentang hala-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seorang muslim. Enam hal ini beliau sampaikan dari tafsir surat Al Baqoroh 155, dengan menggunakan bahasa jawa, dan kami terjemahkan ke bahasa Indonesia. Selamat membaca, semoga bermanfaat.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (البقرة 155)
…Sopo wonge wedi marang Allooh, mongko wong iku ora bakal wedi marang sekabehane (sakliyane Allooh). Lha saiki kok ono wong Islam, wedi marang liyane, kerono ora patek wedi neng Allooh. Ono wong Islam kok saiki kecobo lesu, sebabe ora patek poso. Mergo poso iku lesu, yooh. Dadi Allooh SWT gawe lelawanan iki yooh. Wong Islam iku kapan ora wedi neng Allooh, berarti kerono wedi marang liyane, mergo barang iku digawe pesthen deneng Allooh neng wong. Gak iso wong gak lesu. Wong lesu iku ono kalane kerono poso, ono kalane kerono gak nduwe (faqir). Koe miliho lesu poso, ojo sampek kerono nopo? ora nduwe utowo kurang pangan. Lha saiki koe kon wedi, mongko miliyo koe wedi menyang Allooh, ojo sampek wedi neng mungsuh. Saiki koe kepengen mundak-mundak (bondomu), mergaweo, tur zakati, mesthi sugeh…!!!! Ojo sampek kowe sugih, mundak bondomu kerono ngrente…”
1. Barangsiapa yang takut kepada Allah SWT, maka dia tidak akan takut kepada selain Allah SWT!!!
2. Apabila ada orang Islam yang takut kepada selain Allah, hal itu disebabkan karena orang tersebut tidak terlalu takut kepada Allah SWT.
3. Orang Islam yang mendapat cobaan berupa lapar, hal itu disebabkan dia tidak terbiasa puasa. Tidak ada manusia yang tidak pernah mendapat cobaan berupa kelaparan!
4. Lapar itu ada kalanya karena puasa, dan ada kalanya karena faqir. Maka pilihlah lapar yang disebabkan puasa, jangan sampai lapar karena sebab faqir!
5. Soal urusan takut, maka  pilihlah takut kepada Allah SWT, jangan justru sebaliknya, takut kepada selain Allah SWT.
6. Jika kamu ingin kaya, hartamu berkembang, maka bekerjalah dan zakatilah hasilnya, pasti kamu kaya! Jangan sampai kamu kaya dengan hal-hal haram seperti lintah darat!

Baca sholawat yuk...


"ان الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما."
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين..