19 November 2015

Tangisan Imam Hanafi bertemu Anak Kecil

Bismillahirrahmaanirrahiim
Kisah hikmah berharga ini bercerita tentang Imam Hanafi dan seorang anak kecil. Imam Hanafi adalah salah seorang ulama klasik yang tulisan-tulisannya menjadi madzhab dalam ajaran Islam, yaitu Madzhab Hanafi.
Dalam kisah ini diceritakan dialog antara Imam Hanafi dengan anak kecil itu. Siapa sangka, peringatan yang keluar dari lidah anak kecil itu membuat Imam Hanafi tersungkur menangis.
———————————–
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan sepatu kayu.

”Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir,” sang imam menasehati.

Bocah miskin ini pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri mazhab Hanafi ini dengan ucapan terima kasih.

”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah.

”Nu’man.”

”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?”

”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku.”

“Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”

Ulama kaliber yang diikuti banyak umat Islam itu pun tersungkur menangis. Imam Hanafi bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah
————————————-
kisah hikmah ini mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dan tawadhu’, di hadapan manusia dan Allah SWT.
Tanda orang yang tawadhu’ yaitu semakin tinggi ilmunya, maka semakin bertambah pula sikap rendah hati dan kasih sayangnya. Semakin bertambah pula amal, rasa takut, dan waspadanya.  Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.. Ini karena orang yang tawadhu menyadari akan  segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia bersykur atau kufur.
 Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: “Bertawadhu’lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim).
Semoga kita selalu diberi perlindungan dan dijauhkan dari kesombongan diri. Selalu bersyukur dan menyadari segalanya dari Allah dan milik Allah.
Wallahu a’lam bishawab

No comments:

Post a Comment